
Paperkaltim.id, Jakarta â Banyak anak muda mengalami kebingungan saat kartu BPJS Kesehatan mereka tiba-tiba dinyatakan tidak aktif setelah menginjak usia 21 tahun. Peralihan status dari tanggungan orang tua ke peserta mandiri memang terjadi otomatis, dan jika tidak segera ditindaklanjuti, peserta akan kehilangan akses ke layanan kesehatan.
Menurut regulasi, peserta yang belum menikah dan belum bekerja akan dikeluarkan dari tanggungan orang tua saat berusia 21 tahun. Jika sudah bekerja, mereka harus terdaftar sebagai peserta BPJS Pekerja Penerima Upah (PPU) melalui perusahaan. Jika belum bekerja, mereka perlu mendaftarkan diri sebagai peserta mandiri, umumnya di Kelas 3.
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah mengunduh aplikasi Mobile JKN di smartphone. Melalui aplikasi ini, peserta bisa mengubah status ke mandiri secara mandiri pula, tanpa perlu datang ke kantor cabang. Fitur ini mempermudah proses administrasi.
Peserta juga perlu menyiapkan beberapa dokumen, seperti KTP elektronik, kartu BPJS lama, kartu keluarga (KK) orang tua, dan kartu pelajar atau surat nikah jika diperlukan. Dokumen tersebut akan digunakan untuk memverifikasi identitas dan menentukan kelas layanan.
Jika tidak menggunakan aplikasi, peserta bisa langsung datang ke kantor BPJS Kesehatan atau minta bantuan ke bagian HR di tempat kerja. Petugas akan membantu mengaktifkan kembali status peserta dan menjelaskan rincian iuran yang berlaku sesuai kelas yang dipilih.
Besaran iuran mandiri saat ini adalah Rp35.000 untuk Kelas 3, Rp100.000 untuk Kelas 2, dan Rp150.000 untuk Kelas 1. Pembayaran bisa dilakukan melalui bank, ATM, aplikasi digital, atau loket resmi.
Jika kartu sudah nonaktif, peserta tetap bisa mengaktifkannya kembali dengan membayar tunggakan. Namun, perlu diingat bahwa ada masa tunggu selama 14 hari sebelum layanan bisa digunakan kembali, terutama untuk layanan rawat inap.
Agar tidak kehilangan manfaat jaminan kesehatan, penting bagi generasi muda untuk segera mengecek status BPJS setelah usia 21 tahun. Melalui langkah sederhana ini, akses terhadap layanan medis tetap terjaga dan risiko biaya tak terduga dapat diminimalkan.