
Paperkaltim.id, Jakarta â Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menjadi saksi terbongkarnya praktik ilegal di lingkup Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), ketika terdakwa Muhammad Abindra Putra membeberkan peran grup Telegram bernama Service AC dalam dugaan kolusi perlindungan situs judi online. Fakta ini terungkap dalam persidangan yang digelar pada Rabu, 11 Juni 2025.
Abindra, yang merupakan anggota tim penanganan konten ilegal di Kominfo, mengakui bahwa grup Telegram tersebut digunakan sebagai media koordinasi untuk mencegah pemblokiran situs-situs judi online. Ia menyebut bahwa setelah mendapat persetujuan dari ketua tim, mereka akan menyusun daftar situs dalam format Google Sheet, lalu mengubahnya ke .txt dan membagikannya ke grup sebagai bentuk laporan aktivitas.
Menariknya, alih-alih menindak, kelompok ini justru bertugas memastikan agar situs-situs tersebut tetap bisa diakses dan lolos dari pemblokiran sistem Kominfo. Dalam keterangannya, Abindra menyebut beberapa nama lain yang tergabung, termasuk Adhi Kismanto, Syamsul Arifin, dan Radyka Prima Wicaksanaâseluruhnya pernah atau sedang menjabat di tim pengendali konten ilegal.
Setelah penangkapan seseorang bernama Denden pada Oktober tahun lalu, grup tersebut dihapus atas arahan Adhiâtindakan yang disebut sebagai bentuk âpengamananâ. Meski Abindra menyebut grup itu hanya sebagai media âkoordinasi internalâ, publik menganggapnya sebagai indikasi kuat adanya penyalahgunaan wewenang.
Kasus ini memperparah sorotan terhadap integritas lembaga pengawas digital. Para pengamat kebijakan internet menyebut bahwa kejadian ini memperlihatkan lemahnya pengawasan dan potensi kolusi di balik layar yang bisa merusak kredibilitas Kominfo dalam memblokir konten berbahaya.
Grup Service AC kini menjadi bukti krusial dalam proses hukum yang sedang berjalan. Jika tuduhan terbukti, dampaknya tak hanya pada individu, tetapi juga pada kepercayaan publik terhadap institusi negara dalam menjaga ruang digital yang aman.