
Paperkaltim.id, Solo â Presiden Joko Widodo menanggapi dengan tenang desakan yang muncul dari sejumlah purnawirawan TNI yang meminta pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam pernyataannya pada Jumat (6/6/2025) di Solo, Jokowi menekankan bahwa proses pemakzulan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia tidak bisa dilakukan sembarangan, melainkan hanya jika ada pelanggaran berat, perbuatan pidana, atau tindakan tercela.
âPemakzulan itu bisa dilakukan jika presiden atau wakil presiden melakukan tindak pidana berat, perbuatan tercela, atau pelanggaran hukum yang serius,â kata Jokowi.
Menanggapi surat yang dikirimkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI ke DPR, MPR, dan DPD RI yang mendesak pemakzulan Gibran, Jokowi menyebut hal itu sebagai bagian dari dinamika demokrasi yang wajar. Menurutnya, dalam negara demokrasi seperti Indonesia, perbedaan pandangan dan kritik terhadap pejabat negara adalah hal biasa.
âIni dinamika demokrasi. Biasa saja. Semua warga negara berhak menyuarakan pendapatnya,â lanjut Jokowi.
Presiden juga menegaskan bahwa negara memiliki sistem hukum dan ketatanegaraan yang jelas dalam menangani persoalan seperti ini. Ia mengajak semua pihak untuk mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan dalam konstitusi, bukan melalui tekanan politik semata.
âIndonesia ini negara besar yang punya sistem. Ya, ikuti saja mekanisme yang ada dalam ketatanegaraan kita,â ujar Jokowi.
Surat pemakzulan Gibran yang dikirim oleh empat jenderal purnawirawan, yakni Fachrul Razi, Hanafie Asnan, Tyasno Soedarto, dan Slamet Soebijanto, menyebut bahwa pencalonan Gibran cacat hukum karena diputus melalui putusan MK yang dinilai bermasalah. Mereka merujuk pada konflik kepentingan antara hakim Anwar Usman yang merupakan paman Gibran.
Mereka menilai putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres/cawapres seharusnya dibatalkan karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari proses pengambilan keputusan. Namun hingga kini, belum ada proses hukum formal yang membuktikan tuduhan tersebut.