
, Jakarta â Bila harus menyebut satu nama yang mendominasi dunia jasa penagihan utang atau debt collector di Indonesia, maka John Kei barangkali layak dinobatkan sebagai rajanya. Dikenal luas karena kiprahnya yang keras dan penuh kontroversi, bisnis yang dijalankannya dikabarkan telah menyebar luas, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga ke sejumlah wilayah lainnya.
John Kei memiliki nama asli John Refra dan lahir di Tutrean, Kecamatan Kei Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara pada 10 September 1969. Sejak muda, ia telah berkecimpung dalam dunia kekerasan dan kriminal. Rekam jejaknya yang panjang di dunia hitam membuatnya dijuluki âGodfather Jakartaâ. Nama John Kei muncul di banyak pemberitaan kriminal, termasuk sejumlah masa tahanan yang dijalaninya, mulai dari tahun 2004, 2012, hingga 2020.
Perjalanan hidupnya di Jakarta dimulai pada tahun 1991, setelah sebelumnya menetap di Surabaya sejak 1986. Di ibu kota, ia mendirikan organisasi bernama Angkatan Muda Kei (AMKEI). Organisasi ini berkembang pesat dan menjadi salah satu jaringan debt collector paling berpengaruh di Indonesia. Dalam perjalanannya, AMKEI kerap bersinggungan dengan kelompok lain seperti milik Basri Sangaji, Thalib Makarim, hingga Hercules.
Konflik terbesar terjadi pada 2004 ketika Basri Sangaji tewas dalam bentrokan dengan kelompok John Kei. Meski delapan anak buahnya ditetapkan sebagai tersangka, John Kei lolos dari jerat hukum karena minimnya bukti. Ironisnya, justru sejak peristiwa itu, bisnis penagihan utangnya semakin besar dan tak terbendung.
Namun, catatan kriminalnya tak berhenti di situ. Pada 2008, John Kei ditangkap karena dugaan penyiksaan terhadap dua saudaranya sendiri, Charles dan Jemry Refra. Ia bahkan disebut memotong jari mereka. Vonisnya kala itu delapan bulan penjara.
Kasus besar kembali menyeretnya pada 2012. John Kei ditangkap karena terlibat dalam pembunuhan pengusaha Tan Harry Tantono alias Ayung. Awalnya divonis 12 tahun, hukumannya ditingkatkan menjadi 16 tahun penjara, dan ia dikirim ke penjara Nusakambangan. Namun, pada akhir 2019 ia mendapat pembebasan bersyarat.
Sayangnya, kebebasan itu tak bertahan lama. Pada 2020, ia kembali ditangkap karena diduga memimpin penyerangan terhadap kerabatnya sendiri, Nus Kei, yang disebut terkait sengketa tanah dan uang. Polisi menangkap John bersama 25 orang anggotanya.
Satu lagi konflik besar yang mencuat adalah bentrokan dengan kelompok Hercules pada 2012. Mereka terlibat sengketa lahan di wilayah Cengkareng. Bentrokan fisik sempat terjadi dan sempat diredam oleh aparat, namun ketegangan tetap berlanjut. Polisi akhirnya menetapkan status quo atas lahan yang disengketakan dan mengeluarkan kedua kelompok dari lokasi tersebut.
Nama John Kei masih menjadi simbol kuat dari dunia premanisme urban dan sistem bayangan dalam jasa penagihan utang di Indonesia. Meski kerap keluar masuk penjara, pengaruhnya tetap terasa hingga kini.