Greta Thunberg
Paperkaltim.id, Tel Aviv – Aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, kembali menjadi sorotan dunia setelah dideportasi oleh otoritas Israel. Thunberg ditangkap bersama 11 aktivis lainnya di kapal bantuan Madleen yang mencoba menembus blokade laut menuju Jalur Gaza pada Senin (9 Juni 2025).
Kapal berbendera Inggris itu membawa sejumlah kecil bantuan kemanusiaan seperti beras dan susu bayi. Namun, meski berlayar di perairan internasional sekitar 125 hingga 200 kilometer dari pantai Gaza, kapal itu dicegat oleh Angkatan Laut Israel dan diarahkan ke pelabuhan Ashdod.
Greta dan tiga aktivis memilih untuk menjalani deportasi secara sukarela. Mereka kemudian dibawa ke Bandara Ben Gurion di Tel Aviv dan diterbangkan ke Prancis, sebelum akhirnya kembali ke Swedia. Sementara delapan aktivis lainnya menolak menandatangani dokumen deportasi dan kini menghadapi proses hukum di pengadilan imigrasi Israel.
Pemerintah Israel menganggap aksi pelayaran ini sebagai bentuk propaganda pro-Hamas. Kementerian Luar Negeri Israel menyebutnya sebagai “aksi PR murahan†yang tidak memperhatikan ancaman penyelundupan senjata ke Gaza. Bantuan yang dibawa pun dianggap hanya bersifat simbolik dan dijanjikan akan disalurkan melalui jalur resmi.
Organisasi kemanusiaan seperti Adalah menyuarakan kekhawatiran atas penahanan tersebut, termasuk keterbatasan akses hukum yang diberikan kepada para aktivis. Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengkritik para aktivis karena enggan menyaksikan video serangan Hamas pada 7 Oktober, yang disebutnya sebagai “bahan pendidikanâ€.
Video Walter Thunberg, ayah Greta, juga tersebar luas. Ia meminta masyarakat internasional menekan pemerintah Swedia untuk membebaskan para aktivis. Insiden ini menambah kompleksitas hubungan antara kebebasan berekspresi, aksi kemanusiaan global, dan kebijakan keamanan nasional Israel.
