
Paperkaltim.id, Tenggarong â Festival budaya Nutuk Baham dan Belian Namang yang digelar di Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, kembali hadir pada 9 Mei 2025 sebagai lebih dari sekadar ajang pelestarian budaya. Kegiatan tahunan ini mulai bertransformasi menjadi motor penggerak ekonomi kreatif dan pemberdayaan komunitas lokal.
Camat Kota Bangun Darat, Zulkifli, menyampaikan bahwa gelaran budaya ini membawa semangat baru dalam menjadikan warisan adat sebagai peluang ekonomi masyarakat. âFestival ini bukan hanya menjaga budaya, tapi juga membuka ruang bagi pelaku UMKM, seniman lokal, dan komunitas kreatif untuk berkembang,â ujarnya.
Festival Nutuk Baham dan Belian Namang yang berakar dari tradisi Kutai Adat Lawas kini semakin menarik perhatian dari berbagai kalangan. Tak hanya seniman lokal, sejumlah pelaku industri kreatif tingkat nasional mulai melirik potensi produk lokal yang hadir dalam festival tersebut.
Rangkaian kegiatan dalam festival tahun ini melibatkan berbagai sektor, mulai dari panggung hiburan, pameran kerajinan tangan, kuliner tradisional, hingga pertunjukan budaya yang sarat nilai kearifan lokal. Kegiatan ini diproyeksikan akan mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah, sekaligus menjadi ajang promosi budaya Kutai Kartanegara.
âKami menyiapkan festival ini secara kolaboratif agar masyarakat benar-benar merasakan manfaat langsung, terutama dari sisi ekonomi dan promosi budaya,â jelas Zulkifli.
Ia menambahkan, Pemerintah Kecamatan Kota Bangun Darat terus mendorong agar kegiatan seperti ini tidak berhenti sebagai seremoni tahunan, melainkan berkembang menjadi ekosistem budaya yang berkelanjutan. Harapannya, festival ini dapat membuka lapangan kerja baru dan menggairahkan aktivitas ekonomi lokal secara konsisten.
âKita ingin budaya menjadi sumber kesejahteraan. Lewat festival ini, warga tak hanya jadi penonton, tapi juga pelaku utama ekonomi kreatif,â tegasnya.
Dengan semangat gotong royong dan pelibatan aktif dari masyarakat, Festival Nutuk Baham dan Belian Namang tahun ini menjadi contoh nyata bagaimana budaya lokal mampu menjadi jembatan menuju pembangunan inklusif dan berkelanjutan di Kutai Kartanegara.
(Adv/DiskominfoKukar)