
Paperkaltim.id, Jakarta â Musisi senior Armand Maulana menyuarakan keresahan mendalam soal tata kelola royalti di industri musik Indonesia. Melalui kolaborasinya bersama gerakan Vibrasi Suara Indonesia (VISI), vokalis GIGI ini secara terbuka mengkritik kinerja Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang dinilainya sebagai sumber utama polemik royalti yang saat ini tengah mengemuka.
Armand menilai, dua lembaga yang bertanggung jawab dalam pengumpulan dan distribusi royalti musik ini belum menunjukkan kinerja maksimal. Ia menyebut sistem yang dijalankan LMK dan LMKN masih jauh dari sempurna, dan justru menjadi akar persoalan bagi para pencipta dan pemilik hak cipta di Indonesia.
âPermasalahan ini muncul karena sistem LMK dan LMKN yang belum sempurna,â ungkap Armand saat berkunjung ke redaksi Kumparan baru-baru ini.
Menurut Armand, sejak awal kariernya di era 1990-an, permasalahan dalam industri musik hanya terjadi secara terbatas. Namun kini, skala masalah telah merambah tingkat nasional, bahkan menjadi perhatian pemerintah dan DPR.
âTahun 2025 ini, masalah royalti musik jadi persoalan nasional untuk pertama kalinya,â ujarnya serius.
Ia juga mengungkapkan bahwa kekisruhan yang terjadi memaksa para musisi yang tergabung dalam VISI harus menghadiri undangan dari kementerian hingga DPR untuk membahas sistem royalti yang semrawut. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah ekosistem musik Indonesia.
Baginya, kondisi ini merupakan peringatan keras bagi LMK dan LMKN untuk bekerja lebih profesional, transparan, dan akuntabel. Jika tidak segera diperbaiki, kepercayaan para pelaku industri musik terhadap dua lembaga itu bisa kian memudar.
âIni tamparan besar buat LMKN dan LMK. Sudah waktunya bekerja benar, transparan, dan bisa dipercaya,â tegasnya.
Sebagai informasi, LMK merupakan lembaga berbadan hukum yang diberi kewenangan oleh para pencipta dan pemilik hak untuk mengelola hak ekonomi mereka. LMK beroperasi di bawah naungan LMKN dan dilindungi dalam UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014.
Salah satu LMK yang cukup dikenal publik adalah Wahana Musik Indonesia (WAMI), yang menyalurkan royalti sebanyak tiga kali setahunâMaret, Juli, dan November. Meski demikian, banyak pihak mempertanyakan transparansi sistem pendistribusian royalti tersebut.
LMKN sendiri menargetkan bisa menghimpun royalti sebesar Rp126 miliar pada tahun 2025. Armand berharap target besar itu diiringi dengan perbaikan menyeluruh terhadap sistem yang digunakan.