Isu Palestina dan Gebrakan Ekonomi: Trump Buka Pintu Manuver Strategis di Timur Tengah

image Presiden AS, Donald Trump

Paperkaltim.id, Jakarta – Kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dewan Kerja Sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) yang diselenggarakan di Riyadh menyita perhatian dunia. Tak hanya membawa misi diplomasi, kehadiran Trump juga menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan pergeseran sikap Amerika terhadap isu Palestina yang selama ini menjadi sorotan global.

Mengutip laporan The Jerusalem Post, Rabu (14/5), seorang pejabat diplomatik dari kawasan Teluk Arab yang enggan disebutkan namanya menyampaikan kepada The Media Line bahwa Trump dikabarkan akan mengumumkan deklarasi penting terkait pengakuan Amerika Serikat terhadap Palestina sebagai sebuah negara berdaulat. Meski belum resmi, kabar ini menimbulkan kehebohan di kalangan pengamat dan pelaku diplomasi internasional.

“Presiden Trump mungkin akan menyampaikan pengakuan resmi terhadap negara Palestina, tentunya dengan pengecualian terhadap Hamas dalam proses pembentukannya,” ungkap sumber tersebut.

Jika hal ini benar terjadi, maka langkah tersebut diyakini akan mengubah peta kekuatan geopolitik di kawasan Timur Tengah. Pengakuan tersebut dianggap dapat menyeimbangkan posisi politik antara Israel dan Palestina, serta membuka jalan lebih luas bagi negara-negara lain untuk bergabung dalam Perjanjian Abraham—sebuah kesepakatan damai yang sebelumnya melibatkan Israel dan beberapa negara Arab.

Meski demikian, pernyataan ini segera dibantah oleh Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, melalui unggahan di platform X (dulu Twitter) pada Sabtu (10/5). Ia menegaskan bahwa Israel tetap menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat dan mengisyaratkan bahwa isu Palestina bukan prioritas utama dalam pertemuan ini.

Ketidakhadiran dua tokoh penting, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Raja Abdullah II dari Yordania—dua negara yang selama ini dikenal sebagai pendukung kuat Palestina—semakin menguatkan dugaan bahwa isu Palestina tidak menjadi pokok bahasan dalam forum ini. Mantan diplomat Teluk, Ahmed Al-Ibrahim, menyatakan bahwa agenda utama yang dibicarakan justru lebih bersifat ekonomi.

Al-Ibrahim menyebut bahwa akan ada kesepakatan besar yang menyamai perjanjian ekonomi antara AS dan Arab Saudi pada KTT 2017 silam, dengan nilai lebih dari USD 400 miliar. Kali ini, Arab Saudi kembali mengumumkan investasi jumbo senilai USD 600 miliar ke Amerika Serikat, disusul oleh Uni Emirat Arab dengan komitmen investasi lebih dari USD 1 triliun.

Selain itu, pengamat politik Saudi, Ahmed Boushouki, mengatakan bahwa Trump telah memberikan sinyal kepada investor AS untuk membeli saham sebelum pengumuman besar. Ini mengindikasikan bahwa kerja sama strategis yang melibatkan proyek energi nuklir antara AS dan Arab Saudi akan diumumkan dalam waktu dekat. Proyek tersebut mencakup pembangunan reaktor nuklir pertama di Kerajaan, yang kini tengah menarik minat perusahaan-perusahaan besar internasional.

Dengan kunjungannya ke UEA dan Qatar yang menyusul setelah pertemuan ini, Trump tampaknya ingin memperkuat jejaring ekonomi AS dengan negara-negara Teluk, sekaligus memanfaatkan potensi sumber daya besar kawasan untuk kepentingan strategis Amerika.

  • Tag:
  • Tidak Ada

Bergabung Bersama Kami

Dapat kan info menarik secara langsung dan ter update dari kami.

Night
Day